Dulu kopi luwak mungkin menjadi satu-satunya kopi khas Indonesia yang dibanggakan negeri ini. Tapi, selain kopi yang diproses melalui saluran pencernaan luwak (musang) ini, diam-diam masih ada kopi khas lain yang juga berkualitas. Namanya kopi lanang atau peaberry coffee. Sayang, belum banyak orang tahu jenis kopi ini.
Kopi ini disebut lanang lantaran bentuk bijinya berbeda dengan kopi
pada umumnya. Lanang berarti laki-laki dalam bahasa Jawa. Disebut
demikian karena bentuk biji kopi ini tunggal dan bulat, tidak terbelah
seperti bentuk biji kopi pada umumnya. Meski demikian, sebenarnya kopi
ini bukan varietas baru. Kopi lanang bisa dihasilkan oleh pohon kopi
jenis robusta maupun arabika yang pada umumnya ditanam petani di
Indonesia.
Menurut John M. Sianturi, pemilik CV Sukses Tani di
Sidikalang, Sumatra Utara, salah satu produsen kopi, permintaan kopi
lanang mulai muncul sejak tiga tahun silam. Sebagian besar berasal dari
beberapa kota besar dan pusat wisata. Meski belum sebanyak kopi luwak,
permintaan kopi lanang kian meningkat. Sayang dia hanya mampu
menghasilkan sekitar 300 kilogram (kg) kopi lanang, padahal permintaan
yang masuk bisa tiga kali lipatnya.
Permintaan kopi lanang yang
tinggi bukan lantaran harganya murah, lo. Asal tahu saja, harga jual
kopi lanang di pasar hampir setara dengan kopi luwak. John mengaku
menjual kopi lanang seharga Rp 140.000–Rp 150.000 per kg. Bandingkan
dengan harga kopi biasa (arabika atau robusta) yang dijual sekitar Rp
100.000 per kg. Bahkan, di Bali, harga jual kopi lanang jauh lebih
mahal. Menurut Wirawan Tjahjadi, pemilik PT Putra Bhineka Perkasa,
produsen kopi di Bali, harga jual kopi lanang bisa mencapai Rp 250.000
per kg.
Di Pulau Dewata, permintaan kopi lanang memang cukup
banyak. John mengaku banyak memasok kopi lanang Sidikalang ke beberapa
pembeli di Pulau Bali. Biasanya, peminatnya adalah usaha yang berkaitan
dengan wisatawan asing (wisman). Sejauh ini, banyak wisman dari Korea
Selatan dan Taiwan yang kebetulan sedang ke Bali, mencari kopi lanang
sebagai buah tangan ketika kembali ke negara asalnya.
Kondisi
itu berbanding terbalik dengan pasar lokal. Peminat kopi lanang di pasar
lokal memang belum banyak. Maklum, jenis kopi ini belum terlalu
dikenal. Wirawan bilang, baru sebagian dari masyarakat di Pulau Jawa
mengetahui adanya kopi lanang. Itu pun sebatas dari kalangan para
penggemar kopi.
Nah, para penggemar kopi dari luar negeri yang
jauh lebih paham akan citarasa kopi lebih mengenal jenis kopi ini.
Mereka bahkan rela membeli dengan harga mahal untuk mendapatkan citarasa
tertinggi. Menurut John, kopi lanang cukup banyak penggemar lantaran
rasanya mirip dengan kopi luwak.
Selain sarat dengan kandungan
kafein, yakni sekitar 2,1 persen, banyak orang yakin kopi lanang
berkhasiat menambah vitalitas kaum pria. Namun, hingga saat ini memang
belum ada penelitian yang sudah membuktikan klaim tersebut.
Karena kelebihan yang dimiliki oleh kopi lanang ini, permintaan jenis
kopi ini terus meningkat. John bilang, permintaan dari Bali masih sangat
tinggi. “Sebenarnya, berapa pun kami mampu produksi pasti akan
ditampung,” ujarnya.
Wirawan menambahkan, harga jual kopi lanang
yang sedemikian tinggi bukan menjadi halangan bagi para konsumen. John
mengaku sampai kewalahan memenuhinya. “Permintaannya sampai satu ton per
bulan. Tetapi, kami belum sanggup memenuhi,” ujarnya.
Permintaan ini baru datang dari wisatawan, belum dari kedai-kedai kopi
premium yang kini menjamur di beberapa kota besar, seperti Jakarta.
Produksi minim
Selama
empat bulan terakhir, Wirawan mengaku hanya mendapatkan pasokan
sebanyak 250 kg sebulan. Pasokan sesedikit ini sudah mencakup hasil
panen di perkebunan kopinya di daerah Kintamani, Bali, dan kiriman dari
beberapa petani di Sumatra Utara. John juga menuturkan pengalaman
serupa. Produksi kopi lanang dari kebun kopinya hanya sebanyak 300 kg
sebulan.
Volume produksi kopi lanang yang sangat minim ini
memang cukup beralasan. Kopi lanang bukan dihasilkan oleh budidaya
biasa. Layaknya perlakuan pada kopi luwak yang harus spesifik, kopi ini
sebenarnya tak bisa dibudidayakan secara khusus.
Kopi lanang
sebenarnya hasil sortiran kopi biasa saat panen. Kalau Anda berminat
membudidayakan pohon kopi yang bisa menghasilkan biji kopi lanang, ada
banyak syarat yang harus dipenuhi. Pertama, lokasi penanaman harus
berada di ketinggian minimal 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl).
Daerah dingin, menurut John, akan menghasilkan biji kopi terbaik.
Padahal, tidak semua petani kopi memiliki lahan di ketinggian tersebut.
Ketiga, kopi lanang biasanya banyak dihasilkan dari
pohon kopi tua. Sayangnya, pohon kopi yang sudah tua sering ditebang
karena dianggap tidak menghasilkan biji kopi terbaik. Padahal, menurut
John, pada saat berusia 10 tahun, pohon kopi tersebut berpeluang
menghasilkan biji kopi lanang terbaik. Sebab, bunga kopi di pohon kopi
tua sering tidak mendapatkan penyerbukan yang sempurna. Akibatnya, lebih
mungkin akan berbentuk banyak biji kopi lanang.
Karena itu,
John menyarankan, para petani yang di kebunnya terdapat pohon kopi
berumur tua mempertahankan pohon tersebut. “Justru itu akan memberi
nilai tambah pada petani,” ungkapnya. Meski hasil kopi tidak banyak,
nilai jualnya malah mungkin jauh lebih tinggi ketimbang kopi biasa.
Sumber: Kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda